Sabtu, 15 Mei 2010

BERBAGAI FAKTOR PENGHANCUR

Para pendahulu kita merasa kasihan kepada ahlul fitnah, lalu memperingatkan mereka dari bahaya buruk yang akan menimpa mereka. Hudzaifah bin al-Yaman berkata:
“Jauhilah berbagai fitnah. Janganlah sampai ada orang yang terlibat didalamnya. Demi 4wi pasti akan dihancurkanya, seperti banjir yang menghancurkan tanah humus”.
Qatadah bin Da’amah, seorang tokoh tabi’in, menggambarkan kepada kita pengalaman fitnah yang pernah disaksikanya. Ia menggambarkan berbagai akibatnya:
“Demi 4wi, saya sudah menyaksikan beberapa kelompok orang yang senang dan bersegera kepada fitnah. Sebagian orang menahan diri darinya karena takut kepada 4wi swt. Bila fitnah itu telah berlalu, maka terlihatlah bahwa orang-orang yang menahan diri itu menjadi lebih bersih jiwanya, lebih sejuk hatinya, dan lebih mudah berbuat baik dari pada orang-orang yang bersegera kepada fitnah. Amal perbuatan mereka menjadi kebencian bagi hati mereka setiap kali mereka menyebutnya. Demi 4wi, sekiranya manusia mengetahui bahaya ketika fitnah datang sebagaimana pengetahuan mereka ketika fitnah berlalu, niscaya kebanyakan generasi akan dapat memahaminya dengan pikiran yang jernih dan lurus ”

Demi Alloh, kita sudah menyaksikan apa yang pernah disaksikan oleh Qatadah. Kita sudah menyaksikan sebagian orang yang terlibat dalam fitnah, lalu hati mereka serasa teriris dan tubuh mereka serasa hancur, setiap kali mereka mengingat kemuliaan yang pernah mereka nikmati dan akibat yang terjadi setelah fitnah itu.
Tidak ada yang bisa selamat dari fitnah kecuali pemimpin yang memiliki akhlaq kepemimpinan, yang penyabar dan suka bertobat. Karena bisa jadi ia tertipu oleh hiasan tipu daya yang dibuat oleh para pembuat fitnah. Akan tetapi ia cepat kembali kepada kesadaran dan kebenaran. Ia adalah salah satu dari tiga orang disebutkan oleh Qatadah, ketika ia berkata:
“Sesungguhnya fitnah itu diperberat dengan tiga orang. Pertama: Oleh jago pedang yang akan menebas leher semua yang bangkit dan menentang pihaknya, kedua: oleh orator ulung (ahli pidato) yang menyeru kepada fitnah itu, dan yang ketiga oleh orang alim. Adapun jago pedang dan orator, maka fitnah itu akan membuat keduanya terkapar karena diri mereka sendiri. Sedangkan orang alim, maka fitnah itu terus melacaknya sehingga terlihat apa-apa yang sebenarnya ada dihatinya”.
Jago pedang tidak akan punya harapan untuk selamat. Ahli pidato sama juga dengan ahli pedang, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Abbas, bahwa lidahnya adalah pedangnya.

Kecuali ulama, karena fitnah itu adalah ujian baginya. Jika sifat kepemimpinanya yang dominan, maka ia akan selamat, akan tetapi bila sedikit, maka bisa jadi ia akan tersadar pada awal fitnah dan kadangkala ketika fitnah itu berlangsung, dan kadangkala ia tersadar ketika fitnah akan berakhir, sesuai dengan kadar ketinggian pribadinya dan kedalaman ilmunya.
“Sesungguhnya apabila bencana fitnah sudah dating menjelang, maka ia akan dapat diketahui oleh setiap orang yang berilmu, sedangkan apabila ia sudah berakhir, maka ia akan diketahui oleh semua orang jahil”, sebagaimana dikatakan oleh Hasan al Bashri, pembesar para tabi’in. Apa bila seseorang itu sudah sempurna maka ia akan dapat melihat kedatangan fitnah dan akibat-akibat yang akan dibawanya, seakan-akan ia telah merobek tabir gaib. Akan tetapi ia akan terlambat mengetahui akibat bahayanya apabila ilmunya lebih sedikit. Apabila bencana fitnah itu sudah berakhir, maka semua orang dapat menyaksikanya , karena ia sudah dapat dilihat dengan mata telanjang bukan dengan mata hati, bahkan ia juga dapat dilihat oleh yang tidak berilmu sekalipun. Pada kondisi seperti ini, tidak ada hal yang dapat menyelamatkannya kecuali tobat nasuha yang sungguh-sungguh, yang menjauhkan diri dari fitnah yang akan dating pada masa berikutnya. Setiap orang harus membekali diri dengan ilmu dan taqwa, dengan dalil yang jelas dalam menapaki jalan yang lurus, lalu berjala seseuai sistem, perencanaan dan tata kehidupan Jama’ah.

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2009-
Keluarga Alumni AL-Faruq 2005